Abstract:
Kelurahan Kedaung Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan yang ditetapkan
sebagai Kampung pengrajin Tempe, selama ini sudah menjadi sentra industri rumah tangga
produk Tempe yang cukup terkenal di Tangerang Selatan dan sekitarnya. Namun yang akan
menjadi bahan untuk Abdimas tahap ini adalah pengrajin Tempe yang menghasilkan tempe
segar yang siap dipasarkan. Hal ini dipilih karena total kedelai yang sudah diolah menjadi
tempe tidak kurang dari 2 ton per hari. Kegiatan ini adalah lanjutan dari kegiatan sebelumnya,
yang mengkaji tiga faktor yang berbeda dari kegiatan sebelumnya.
Permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat pengrajin adalah mayoritas pengrajin
dalam proses produksi Tempe masih belum tentu sesuai dengan kaidah GMP. Hal ini
dikarenakan tahapan proses produksinya masih dilakukan secara rutin turun temurun dan tidak
sesuai dengan standard Good Manufacturing Practice (GMP), sehingga produsen tempe di
Kelurahan Kedaung belum dapat mengembangkan pemasaran produknya secara lebih luas.
Oleh karena itu solusi yang ditawarkan pada kegiatan ini adalah memberikan
pemahaman teknologi proses produksi Tempe sesuai dengan GMP, khususnya terkait 1) Mesin
dan peralatan produksi, 2) Bahan produksi, 3) Pengawasan proses produksi dan 4) Produk akhir
belum sepenuhnya memenuhi kaidah GMP. Solusi ini dipilih karena kegiatan lanjutan ini dapat
lenih membuka wawasan pengrajin tempe. Dengan adanya kegiatan ini, maka data dipetakan
pengerajin yang belum memenuhi kaidah GMP, dan bila ada yang memenuhi kaidah GMP,
maka dapat dijadikan percontohan bagi masyarakat di Kampung tempe.
Pengabdian ini dilakukan di Kampus ITI dan Kelurahan Kedaung Kecamatan Pamulang
Kota Tangerang Selatan selama empat bulan. Waktu pelaksanaan adalah dimulai bulan Mei
hingga September 2021. Responden yang dipilih ada 8 dan masing-masing memiliki kondisi
yang berbeda-beda terkait ketiga aspek yang dikaji.
Hasil analisis di lapang menunjukkan bahwa terkait faktor Mesin dan Peralatan, hanya
12.5% yang mesin/peralatannya dilengkapi dengan alat pengatur dan pengendali kelembaban,aliran
udara dan perlengkapan lainnya yang mempengaruhi keamanan pangan olahan. Untuk aspek
lain dari mesin dan peralatan dapat memenuhi kaidah GMP. Tekait faktor Bahan yang
Digunakan, hanya 50% yang tidak dalam bentuk formula dasar bahan yang digunakan, yang
menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan, sedangkan aspek lain memenuhi kaidah GMP.
Sementara itu, untuk faktor Pengawasan Proses, banyak aspek yang belum memenuhi kaidah
GMP, bahkan ada beberapa aspek dari faktor proses pengolahan yang sam sekali tidak ataupun
belum dipenuhi. Aspek yang belum terpenuhi adalah petunjuk tahap-tahap proses produksi
secara terinci, data jumlah produk yang diperoleh untuk satu kali proses produksi dan
memformulasikan persyaratan-persyaratan yang berhubungan dengan bahan baku,
komposisi,proses pengolahan dan distribusi. Selain itu, belum melakukan pmemeliharaan
catatan mengenai bahan yang digunakan, penggunaan alat-alat pelindung seperti baju kerja, topi dan
sepatu karet serta selalu mencuci tangan sebelum masuk tempat produksi, dan iradiasi pangan olahan
harus memenuhi persyaratanyangdikeluarkanolehinstansikompeten.
Tahap berikutnya adalah perlunya dilakukan penyuluhan dan penjelasan kepada
pengrajin tempe, terutama untuk yang berhubungan dengan faktor Pengawasan Proses. Hal
tersebut penting, karena masih banyak yang belum memahami faktor Pengawasan Proses dalam
GMP, sehingga diharapkan pada masa yang akan datang akan lebih banyak pengrajin tempe
yang melakukan pengawasan prosesnya dengan baik, sesuai GMP.