Abstract:
Dinamika perkembangan kegiatan dan pembangunan disekitar Situ Gintung terjadi
tanpa adanya kebijakan yang mengaturnya. Setelah terjadinya bencana Situ
Gintung pada tahun 2009 dan dengan diterbitkannya Perda No 09 tahun 2019-2031
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Tangerang Selatan yang
memuat ketentuan tentang peraturan tata ruang dan tata bangunan berupa:
Koefisien Dasar Banguan (KDB) 7,5%, Koefisien Lantai Bangunan (KLB) 0,2 dan
Koefisien Dasar Hijau (KDH) 92,5% untuk kawasan sekitar Situ Gintung. Tujuan
dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi kesesuaian KLB, KDB dan KDH dari
kondisi eksisting pemanfaatan ruang, serta mengkaji permasalahan terkait dengan
Property Right dan Development Right di kawasan sekitar Situ Gintung yang
merupakan kawasan konservasi situ. Lebih lanjut penelitian ini ditujukan untuk
melihat sejauh mana kebijakan ini dapat diberlakukan pada kawasan sekitar Situ
Gintung, juga sejauh mana bangunan yang sudah ada akan diperlakukan sesuai
dengan kebijakan yang ada. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
analisis deskriptif kuantitatif, dengan penentuan delinasi kawasan berdasarkan
RTRW Kota Tangerang Selatan terdapat kawasan sempadan situ sebesar 50 m dan
kawasan sekitar situ 100m dari situ. Dengan menggunakan analisis Buffer kawasan
sempadan situ, dilakukan analisis menghitung komposisi bangunan KLB, KDB,
KDH, dan analisis aspek property right dan development right. Hasil akhir
penelitian menunjukkan terdapat 48 bangunan didalam garis sempadan Situ
Gintung yang artinya terdapat 48 bangunan yang melanggar aturan penetapan garis
sempadan situ. 48 bangunan tersebar pada sembilan titik. Dari jumlah seluruh
bangunan yaitu 176 unit bangunan yang ada di dalam kawasan sempadan situ
terdapat 76 unit bangunan tidak sesuai komposisi KLB, KDB dan KDH nya.
Terdapat 100 unit bangunan yang sesuai KLB nya, tetapi tidak sesuai dalam KDB,
dan KDH nya. Dikarenakan komposisi KDB, KLB dan KDH yang angkanya sangat
tidak wajar dimana dengan 92,5% persil berupa ruang hijau, dengan ukuran kapling
kecil (< 200m2) tidak mungkin dilakukan pembangunan bangunan. Oleh karenanya
warga memiliki hak atas tanah dan bangunan berhak menolak ketentuan ini,
mengingat peraturan baru diterbitkan tahun 2015 sedangkan warga sudah tinggal
dikawasan tersebut sejak tahun 1970-an..